WASPADA..!!! |
Bahasa
Indonesia tenggelam dilautan pergaulan remaja !!
Bahasa gaul
memang sudah menyatu di kehidupan para remaja ibu kota. bahkan saat ini bahasa
gaul sudah merambah ke anak - anak dan juga orangtua. Bahasa atau kata gaul
ini biasanya berasal dari pesohor tanah air seperti artis, pelawak atau
comedian. Kosakata remaja terus mengalami perkembangan seiring dengan
bertambahnya referensi bacaan dengan topik-topik yang lebih kompleks. Remaja
mulai menyukai penggunaan singkatan, akronim, dan bermain dengan kata-kata
untuk mengekspresikan pendapat mereka.
Terkadang mereka menciptakan
ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku. Bahasa seperti inilah yang
kemudian banyak dikenal dengan istilah bahasa gaul. Bahasa gaul ini tidak hanya
di gunakan dalam berkomunikasi lisan tetapi mereka juga menggunakan bahasa gaul
dalam penulisan. Biasanya mereka menggunakan bahasa gaul dalam menulis pesan
singkat melalui telepon genggam.
Ciri-ciri bahasa gaul yang digunakan
remaja dalam menulis pesan singkat antara lain, yaitu
1.
Dalam
menulis kata biasanya mereka menggunakan kata-kata yang disingkat seperti lagi
apa? menjadi gi pa?/pain, kuliah menjadi kul, sudah makan menjadi da mkn, bosan
banget menjadi bosan bgt, kita menjadi qt, mau menjadi mo, pulang menjadi plg,
padahal menjadi pdhl, kalau menjadi klo, dsb.
2.
Menggunakan
simbol tambahan atau angka dalam menulis, misalnya p@ k@bar L0e?, tempat
menjadi T4, sempat menjadi S4, berdua menjadi B2, senyum menjadi ^_^, babi
menjadi :@), sedih menjadi :-( , pusing menjadi o:), mata genit menjadi ;-),
dsb. Mereka tidak menyadari bahwa bagi orang awam membaca tulisan seperti itu
sangatlah memusingkan, membuat mata sakit, dan susah memahaminya.
3.
Mereka
juga terkadang menggunakan huruf z di belakang kata, contohnya because (bahasa Inggris)
menjadi coz, easy
(b. Inggris) menjadi ez, mengantuk menjadi Zzzzz, ketika mereka berbicara aksen
huruf z pada akhir kata terdengar sangat jelas, sehingga membuat lawan bicara
yang tidak memahaminya menjadi pusing.
Selain ciri-ciri tersebut
masih ada ciri bahasa gaul yang digunakan remaja dalam berkomunikasi dan terkadang
mereka juga menggunakannya dalam menulis. Ciri-ciri tersebut, antara lain
membuat akronim yang diciptakan sendiri tanpa memperhatikan kaidah pembuatan
akronim, contohnya baru balas menjadi rules, gagal total menjadi gatot, ketiak
basah menjadi kebas, nonton hemat menjadi nomat, mudah ngiler menjadi mungil,
cinta lewat dukun menjadi cileduk, golongan orang jelek menjadi golek, pulang
duluan menjadi puldul, muka jaman dulu menjadi mujadul, makan siang menjadi
maksi, keren habis menjadi keris, tukang tipu menjadi tuti, dsb.
Masih banyak sekali bahasa
gaul yang digunakan para remaja dalam percakapan sehari-hari (untuk percakapan
situasi tidak resmi). Memang tidak semua remaja menggunakan bahasa gaul. Remaja
yang menggunakan bahasa gaul pada umumnya adalah remaja yang ingin dianggap
beken atau tenar di kalangan teman-temannya. Mereka menganggap berbahasa gaul
adalah keren. Sehingga pemakaian bahasa Indonesia baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dunia film mulai bergeser digantikan dengan pemakaian bahasa
gaul. Interferensi bahasa gaul kadang muncul dalam penggunaan bahasa Indonesia
dalam situasi resmi yang mengakibatkan penggunaan bahasa tidak baik dan tidak
benar. Bahasa gaul merupakan salah satu cabang dari bahasa Indonesia sebagai
bahasa untuk pergaulan. Istilah ini mulai muncul pada akhir ahun 1980-an. Pada
saat itu bahasa gaul dikenal sebagai bahasanya para bajingan atau anak jalanan
disebabkan arti kata prokem dalam pergaulan sebagai preman.
Bahasa gaul yang digunakan
anak remaja ini sudah populer dan menjalar ke mana-mana. Anak-anak pun
mengetahui gaya bahasa ini. Bagaimana jika para remaja tersebut menggunakan
penulisan bahasa gaul dalam pelajaran bahasa Indonesia di sekolah? Gurunya
pasti tidak paham dan itu tidaklah sesuai dengan yang diajarkan di sekolah.
Oleh karena itu, para
remaja harus dapat menempatkan kapan dan dengan siapa mereka menggunakan bahasa
gaul untuk berkomunikasi ataupun kapan mereka menggunakan bahasa gaul untuk
menulis.
Ironis memang, jika dulu
media (media cetak) begitu bangga dengan bahasa Indonesia. Media turut serta
menyebarkan kepada seluruh rakyat Indonesia, bahwa bahasa Indonesia adalah
bahasa persatuan, bahasa kebanggaan, tetapi sekarang peran media dipertanyakan?
Akan tetapi kita masih bersyukur karena tidak semua media berperan dalam
meruntuhkan penggunaan bahasa Indonesia. Beberapa media masih tetap memegang
teguh idealismenya. Umunya media-media cetak yang memiliki idealisme tinggi
terhadap bahasa Indonesia.
Fenomena inilah yang
menjadikan bahasa gaul kian menguat, mengotori bahasa Indonesia yang baik dan
benar, sehingga terjadi pengenyampingan atau menganggap remeh bahasa Indonesia
yang baik dan benar, karena anggapan yang lebih dominan, bahwa bahasa gaul memiliki
gengsi yang lebih tinggi.
Disamping itu, dunia pendidikan
tentu sangat memengaruhi perkembangan bahasa Indonesia, namun sayangnya tidak
jarang siswa bahkan pengajar sendiri memandang remeh bahasa Indonesia itu
sendiri. Bahasa Indonesia seolah dinomorduakan. Pelajaran bahasa Indonesia
hanya dianggap sebagai syarat untuk mendapatkan ijazah. Artinya, tidak didasari
kecintaan terhadap bahasa Indonesia itu sendiri. Siswa tidak dididik untuk
sadar akan pentingnya bahasa Indonesia.
Hal tersebut diperparah
dengan cara pengajaran pendidik. Pengajar kurang bisa mendorong siswa untuk
secara langsung mengaplikasikan teori-teori bahasa secara langsung. Misalnya
dengan menulis. Dengan menulis siswa dapat belajar mengenai Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) dan memilih kata-kata yang sesuai dengan pembakuan bahasa. Bukankah
cerminan seseorang dapat dilihat dari segi bahasanya. Bahkan lebih jauh lagi,
bangsa yang berbudaya luhur adalah bangsa yang menjungjung tinggi bahasanya.
Sekarang yang menjadi
pertanyaan akan dibawa kemana bahasa Indonesia tercinta ini? Apakah kita akan terus
terlarut dalam intervensi bahasa asing dan bahasa gaul yang kian meruntuhkan
integritas bahasa Indonesia itu sendiri? Jawabannya ada pada kita sebagai
bangsa yang mencintai bangsanya dan bahasanya.
Disatu sisi memang bahasa
itu adalah hak dari penuturnya. Terserah penutur ingin menggunakan bahasa apa.
Akan tetapi bahasa itu seperti layaknya manusia, bahasa bisa hidup dan bisa
juga mati. Apakah kita akan membiarkan bahasa Indonesia itu mati. Mungkin
memang kekhawatiran itu masih jauh. penulis yakin bahasa Indonesia akan terus
hidup dengan catatan kita terus menyaring intervensi dari bahasa asing dan
bahasa gaul.
Sebagaimana dengan hakikat
bahasa itu sendiri, bahwa bahasa itu dinamis. Bahasa itu terus berkembang, baik
secara kontak sosial secara langsung maupun tidak langsung. Bahasa Indonesia
pun demikian. Keterbukaan perlu untuk membuat agar bahasa Indonesia menjadi
bahasa yang mumpuni, artinya bahasa Indonesia tidak hanya dijadikan sebagai
bahasa alat komunikasi semata, tetapi juga sebagai bahasa pendidikan. Disitulah
mengapa beberapa istilah asing oleh Badan Penelitian Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa diIndonesiakan.
Sesungguhnya adanya istilah
bahasa asing kedalam bahasa Indonesia tidak semuanya berdampak buruk terhadap
bahasa Indonesia. Hal itu juga bisa memperkaya bahasa Indonesia dengan catatan tetap
perlu adanya kontrol agar penggunaan istilah asing tersebut proporsional dan perlu adanya tindakan dari semua pihak yang
peduli terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa
persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.
Posting Komentar